BAB II
PEMBAHASAN
A. Metodologo Studi Islam
1.
Pengertian metodologi studi
Islam
Metodologi Studi Islam terdiri dari dua kata yaitu: Dalam
bahasa Arab Metodologi Studi Islam dipahami sebagai Dirosah Islamiyah, dalam
bahasa Inggris disebut Islamic Studies. Metodologi berasal dari bahasa latin
methodologia, methodus dan logy. Sebagai sebuah sistem yang luas dari
prinsip atau aturan dari metode atau prosedur yang khusus
diturunkan untuk menafsirkan atau memecahkan berbagai masalah dalam lingkup
tertentu dari sebuah disiplin ilmu. Sedangkan studi Islam dipahami sebagai
kajian yang bersifat ilmiah dan objektif dalam memahami tentang Islam.
Studi
Islam adalah
sebuah upaya yang bersifat aspektual, polimetodis, pluralistik dan tanpa batas
yang tegas. Ia bersifat aspektual dalam arti bahwa Islam harus diperlakukan
sebagai salah satu aspek yang eksistensi. Sedangkan studi Islam bersifat
polimetodis dalam arti bahwa berbagai metode atau disiplin yang berbeda digunakan
untuk memahami Islam. Oleh karena itu, orang perlu memahami Islam dengan metode
sejarah, penyelidikan sosiologis, fenomenologis, dan sebagainya.
Islam sebagai agama ajaran-ajaran tidak hanya mencakup
persoalan yang trasedental akan tetapi mencakup pula berbagai persoalan
seperti ekonomi, social, budaya, dan dimensi-dimensi lain dalam kehidupan
manusia.
Islam seperti agama-agama lainnya pada level historis
empiris sarat dengan berbagai kepentingan yang menempel dalam ajaran dan batang
tubuh ilmu-ilmu keagamaan itu sendiri.
2.
Manfaat mempelajari Metodologi
Studi Islam.
Dengan mempelajari metodologi studi Islam akan memberikan
ruang dalam pemikiran yang lebih kritis terhadap persoalan agama, sehingga
tidak menganggap bahwa ajaran Islam klasik dianggap sebagai taken for granted.
Hal ini didasari atas adanya pujian paradoksal terhadap dunia Islam.
Dikatakan, salah satu penyebab kegagalan Islam dewasa ini justru disebabkan
oleh keberhasilannya yang gilang gemilang pada masa lalu. Baik karena keyakinan
akan ajarannya yang sudah mutlak sempurna serta warisan budaya masa lalu yang
amat kaya dan menakjubkan, maka seakan tidak ada lagi ruang bagi umat Islam
dewasa ini untuk melakukan inovasi, yang ada adalah melakukan konservasi,
revitalisasi, dan kembali kepada kaidah-kaidah lama yang dipersepsikan sebagai
zaman keemasan. Sikap ketertutupan ini pada urutannya membatasi kita untuk bisa
melihat dan menerima realita dunia baru. Bahwa dunia pada abad lalu bukanlah dunia
yang kita huni hari ini.
B. Metode-Metode Memahami Islam
1.
Metodologi Ulumul Tafsir
a.
Pengertian Tafsir
Tafsir berasal dari bahasa Arab fassara, yufassiru, tafsiran yang berarti
penjelasan, pemahaman, dan perincian. Selain itu, tafsir dapat pula berarti
al-idlah wa al-tabyin, yaitu penjelasan dan keterangan. Selain itu, pengertian
tafsir sebagaimana juga dikemukakan pakar Al Qur’an dalam formulasi yang
berbeda-beda, namun dengan maksud atau esensinya sama. Salah satunya adalah
Az-Zarkasyi. Dan ia mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk
mengetahui kandungan kitabullah ( Al Qur’an ) yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW.
b.
Model Penelitian Tafsir
Dalam kajian perpustakaan dapat
dijumpai berbagai hasil penelitian para pakar Al Qur’an terhadap penafsiran
yang dilakukan generasi terdahulu. Berikut ini akan kita kemukakan beberapa
model penafsiran Al Qur’an yang dilakukan para ulama tafsir, sebagai berikut :
1)
Model Quraish Shihab
Model penelitian tafsir yang dikembangkan oleh H.M. Quraish
Shihab lebih banyak bersifat eksploratif, deskriptif, analitis dan
perbandingan, yaitu model penelitian yang berupaya menggali sejauh mungkin
produk tafsir yang dilakukan ulama-ulama tafsir terdahulu berdasarkan berbagai
literatur tafsir baik yang primer, yakni yang ditulis oleh ulama tafsir yang
bersangkutan maupun ulama lainnya, data-data yang dihasilkan dari berbagai
literatur tersebut kemudian dideskripsikan secara lengkap serta dianalisis dengan
menggunakan pendekatan kategorisasi dan perbandingan. Sehingga, Qurasih Shihab
telah meneliti hampir seluruh karya tafsir yang dilakukan para ulama
terdahulu.Dari penelitian tersebut telah dihasilkan beberapa kesimpulan yang
berkenaan dengan tafsir. Antara lain tentang :
a).
Periodisasi pertumbuhan dan perkembangan tafsir
b).
Corak-corak penafsiran
c).
Macam-macam metode penafsiran Al Qur’an
d).
Syarat-syarat dalam menafsirkan Al Qur’an
e).
Hubung tafsir modern
2)
Model Ahmad Al-Syabashi
Pada tahun 1985 Ahmad Asy-syarhasbi melakukan penelitian
tentang tafsir dengan menggunakan metode deskriptif, eksploratif, dan analisis
sebagaimana yang dilakukan Quraish Shihab. Sumber yang digunakan adalah
bahan-bahan bacaan atau kepustakaan yang ditulis para ulama tafsir seperti Ibnu
Jarir Ath-Thabrari, Az-Zamakhsyari, Jalaluddin As-Suyuthi, Ar-Raghib
Al-Ashfahani, Asy-Syatibi,
haji kahlifah, dan buku tafsir yang lainnya. Hasil penelitian itu mencakup tiga
bidang. Pertama, mengenai sejarah penafsiran al-Qur’an yang dibagi kedalam
tafsir pada masa sahabat nabi. Kedua, mengenai corak tafsir, yaitu tafsir
ilmiah, tafsir sufi, dan tafsir politik. Ketiga, mengenai gerakan pembaharuan
dibidang tafsir.
3). Model Syaikh
Muhammad Al- Ghazali
Syaikh Muhammad Al-Ghazali dikenal sebagai tokoh pemikir
Islam abad modern yang produktif. Banyak hasil penelitian yang ia lakukan,
termasuk dalam bidang tafsir Al Qur’an. Muhammad Al-Ghazali menempuh cara
penelitian tafsir yang bercorak eksploratif, deskriptif, dan analitis dengan
berdasar pada rujukan kitab-kitab tafsir yang ditulis ulama terdahulu. Kemudian
Muhammad Al-Ghazali mengemukakan ada juga tafsir yang bercorak dialogis,
seperti yang pernah dilakukan oleh Al-Razi dalam tafsirnya Al-Tafsir al-kabir.
B.
Metodologi Ulumul Hadits
Pengertian
hadits
Secara bahasa hadits berarti al-khabar, yang berarti ma
yutahaddats bih wa yunqal, yaitu sesuatu yang diperbincangkan, dibicarakan
atau diberitakan dan dialihkan dari seseorang kepada orang lain. Secara
istilah, Jumhur Ulama’ berpendapat bahwa Hadits, khabar, dan atsar mempunyai
pengertian yang sama, yaitu segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasullulah
SAW, sahabat atau tabi’in baik dalam bentuk ucapan, perbuatan maupun ketetapan,
baik semuanya itu dilakukan sewaktu-waktu. Sedangkan ulama ahli ushul fiqih
mengatakan hadits adalah segala perkataan, perbuatan dan taqrir nabi yang
berkaitan dengan penetapan hukum. Berdasarkan pengertian di atas, hadits adalah segala
sesuatu yang bersumber dari Nabi baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum Allah yang disyari’atkan kepada manusia.
C. Metodologi Filsafat dan Teologi ( Kalam )
Dari segi bahasa , filsafat Islam
terdiri dari gabungan kata filsafat dan Islam. Kata filsafat berasal dari kata philo
yang berarti cinta, dan kata sophos yang berarti ilmu atau Hikmah . Filsafat
Islam berdasar pada ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’an dan hadist,
pembahasannya mencakup bidang kosmalogi, bidang metafisika, masalah kehidupan
di dunia, kehidupan di akhirat, ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Untuk
dapat mengembangkan pemikiran filsafat Islam diperlukan metode dan pendekatan
secara seksama.
Secara umum penelitian ilmu kalam
ada dua bagian yakni penelitian yang bersifat dasar (penelitian pemula) dan
penelitian yang bersifat lanjutan atau pengembangan dari penelitian dasar. Dan
peneliti tersebut akan diuraikan di bawah ini.
a. Penelitian Pemula
Model
Abu Manshur Muhammad bin Muhammad bin Mahmud
Al-Maturidy Al-Samarqandy
Model Abu Manshur Muhammad bin
Muhammad bin Mahmud Al-Maturidy
Al-Samarqandy telah menulis buku teologi berjudul kitab al-tauhid. Buku
ini telah ditahkik oleh Fatullah Khalif, magister dalam bidang sastra pada
Universitas Cambridge. Dalam buku tersebut selain dikemukakan riwayat hidup
secara singkat dari Al-Maturidy, juga telah dikemukakan berbagai masalah yang
detail dan rumit di dalam ilmu kalam.
b.
Penelitian Lanjutan
Selain penelitian yang bersifat
pemula sebagaimana tersebut diatas, dalam bidang Ilmu Kalam ini juga dijumpai
penelitian yang bersifat lanjutan yaitu penelitian atas sejumlah karya yang
dilakukan oleh para pemula. Berbagai hasil penelitian lanjutan ini dapat
dikemukakan sebagai berikut :
·
Model Abu Zahrah Abu Zahrah mencoba
melakukan penelitian terhadap berbagai aliran dalam bidang politik dan teologi
yang dituangkan dalam buku karyanya berjudul tarikh al-Mazahib al-Islamiyah
fi al-Siyasah wa al-‘Aqaid. Pemasalahan teologi yang diangkat dalam
penelitiannya ini di sekitar masalah objek-objek yang dijadikan pangkal
pertentangan oleh berbagai aliran dalam bidang politik yang berdampak pada
masalah teologi.
Dari berbagai penelitian lanjutan
tersebut dapat diketahui bahwa penelitiannya termasuk penelitian kepustakaan,
yaitu penelitian yang mendasarkan pada data yang terdapat dalam berbagai sumber
rujukan di bidang teologi Islam. Corak penelitiannya yaitu deskriptif, yaitu
penelitian yang ditekankan pada kesungguhan dalam mendeskripsikan data
selengkap mungkin. Pendapatan yang digunakan adalah pendekatan historis, yaitu
mengkaji masalah teologi berdasarkan data sejarah.
D. Metodologi Tasawuf dan Mistis Islam
Dari segi
kebahasaan terdapat sejumlah kata atau istilah yang menghubungkan orang dengan
tasawuf. Harun Nasution misalnya menyebutkan lima istilah yang terhubung dengan
tasawuf, yaitu al-suffah ( ahl al-suffah ) orang yang ikut pindah dengan nabi
dari Makkah ke madinah, saf, yaitu barisan yang dijumpai dalam melaksanakan
shalat berjamaah, sufi yaitu bersih dan suci, sophos ( bahasa Yunani : Hikmah )
dan suf ( kain wol kasar ).
Dengan demikian dari segi kebahasaan
tasawuf menggambarkan keadaan yang selalu berorientasi kepada kesucian jiwa,
mengutamakan panggilan Allah, berpola hidup sederhana, mengutamakan kebenaran
dan rela berkorban demi tujuan-tujuan yang lebih mulia di sisi Allah. Tasawuf
merupakan salah satu bidang studi Islam yang memusatkan perhatian pada
memberikan aspek rohani manusia yang selanjutnya dapat menimbulkan akhlak
mulia, di dalam tasawuf, seseorang dibina secara intensif tentang cara-cara
agar seseorang selalu merasakan kehadiran Tuhan dalam dirinya.
C.
Dimensi Dan Aliran Pemikiran
Islam
A. Islam, Iman, dan Ihsan
Dimensi-dimensi
islam yang di maksud pada bagian ini adalah sisi keislaman seseorang, yaitu
islam, iman, dan ihsan. Nurcholis madjid menyebutnya sebagai trilogi ajaran
ilahi. Setiap pemeluk agama islam mengetahui dengan pasti bahwa islam tidak
absah tanpa ima, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya,ihsan adalah
mustahil tanpa iman, dan iman mustahil tanpa iman. Dari sisi itulah Nurcholis
Madjid melihat iman, islam, dan ihsan sebagai trilogi ajaran ilahi.
1. Islam
adalah agama yang di ridhoi oleh alloh,adapun menurut hadist nabi yg
diriwayatkan oleh bukhori islam adalah engkou menyembah alloh dan tidak musyrik
kepada alloh,engkou tegakan sholat wajib,engkou tunaikan zakat wajib,dan engkou
berpuasa pada bulan romadhon.
2. Iman
adalah membenarkan dengan hati segala sesuatu yang datang atau yang du bawa
oleh Nabi Muhammad saw dengan jelas.adapun menurut hadist nabi yg diriwayatkan
oleh bukhori iman adalah engkou percaya kepada
alloh,malaikat-nya,kitab-nya,para utusan-nya, dan percaya kepada hari
kebangkitan.
3.
Ihsan adalah menurut hadist nabi yg diriwayatkan oleh bukhori ” engkou sembah
alloh seakan-akan engkou melihat-nya; apabila englou tidak melihat-nya,maka
engkou berkeyakinan bahwa dia melihatmu” Ibnu Taimiah menjelaskan bahwa din/agama itu terdiri dari tiga unsur
yaitu: Islam,Iman dan Ihsan.Dalam tiga undur itu terselip
makna kejenjangan(tingkatan): orang mulai dengan islam, kemudian berkembangan
ke arah iman, dan memuncak dalam ihsan.
Rujukan
Ibnu Taimiah dalam mengemukakan pendapat-nya adalah surat al-Fathir ayat(32)
yang artinya:”kemudian kitab itu kami
wariskan kepada orang-orang yang kami pilih di antara hamba-hamba kami, lalu
diantara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri; dan diantara mereka
ada yang pertengahan; dan diantara mereka ada pula yang lebih cepat berbuat
kebaikan dengan izin Allah....”
B. Aliran Pemikiran Islam
Materi
pemikiran islam sempat menjadi perdebatan.secara garis besar, kita dapat
membedakan tiga bidang pemikiran islam yaitu; Aliran kalam(teologi), Aliran
Fiqih, Aliran Tasawuf.
1. Aliran-Aliran Kalam
Sungguh
kenyataan yang ironi, islam agama yang diyakini sebagai agama yang rahmatul lil a’alamin oleh penganut-nya
teryata tidak selamanya bersifat positif.Salah satu buktinya adalah
tahkim.Peristiwa ini membuat bencana bagi umat islam sehingga terpecah belah
menjadi beberapa kelompok diantaranya ada pendukung ali bin abi tholib,ada
pendukung muawiah dan ada yang memisahkan diri(tidak ikut ali dan tidak ikut
muawiah).sehingga muncullah golongan-golongan yang baru dianatara-nya:
a.
Khawarij merupakan aliran atau faksi politik, karena pada dasar-nya
kelompok itu terbentuk karena persoalan kepemimpinan umat islam.akan tetapi, mereka
membentuk suatu ajaran yang kemudian menjadi ciri utama aliran mereka,
yaitu ajaran tentang pelaku dosa besar. Menurut khawarij orang-orang yang
terlibat dan menyutujui hasil tahkim
telah melakukan dosa besar.orang islam yang melakukan dosa besar,dalam pandang
mereka, berarti telah kafir setelah memeluk Islam berarti murtad, dan orang
yang murtad halal di bunuh berdasarkan sebuah hadist Nabi Muhammad Saw ”man baddala dinah faktuluh.” Oleh karena
itu mereka memutuskan untuk membunuh Ali bin Abi Tholib,Muawiah bin Abi Sufyan,
Abu Musa Al-Asyari,Amr bin Ash dan sahabat-sahabat lain yang metujui tahkim.
b.
Murji’ah Kelompok ini antara lain oleh di pelopori oleh Ghilan
Al-Dimasyqi.dalam ajaran utama aliran murjih orang islam yang melakukan dosa
besar tidak boleh di hukumikedudukannya dengan hukum dunia mereka tidak boleh
ditentukan akan tinggal di neraka atau di surga.kedudukan mereka di tentukan
oleh hukum akhirat.sebab bagi mereka perbuatan maksiat tidak merusak iman
sebagaimana pernbuatan taat tidak tidak bermanfaat bagi yang kufur.Disamping
itu bagi mereka iman adalah pengetahuan tentang alloh secara mutlak,sedangkan
kufur adalah ketidaktahuan tentang tuhan secara mutlak.Oleh karena itu menurut
murjiah iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang.
c.
Qodariyah Menurut mereka manusia memiliki kemerdekaan dan kebebasan
dalam menentukan perjalanan hidupnya.Menurut paham ini manusia mempunyai
kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
d.
Jabbariyah Menurut mereka ”bahwa dalam hubungan manusia,tuhan itu Maha
kuasa. Karena itu Tuhanlah yang menentukan perjalanan hidup manusia dan yang
mewujudkan perbuatannya.
e.
Muktazilah adalah merupakan aliran teologi yang dekat.Ajaran-ajaran pokok
aliran muktazilah adalah panca-ajaran atau pancasila muktazilah.lima ajaran
tersebut adalah:
1. Keesaan Tuhan
2. Keadilan Tuhan
3. Janji dan Ancaman
4. Posisi diantara dua Tempat
5. Amar Ma’ruf nahi Munkar
Adapun
pada zaman sekarang banyak aliran-aliran baru yang disatukan dengan organisasi
karena nabi pernah bersabda bahwa akan datang suatu zaman pada umatku menjadi
73 golongan dan semuanya akan masuk neraka kecuali satu yaitu Ahli Sunnah waljama’ah.
2. Aliran-Aliran
Fiqih
Thaha Jabir Fayadh al-ulwani menjelaskan bahwa mazhab
fikih islam yang muncul setelah sahabat dan kibar
al-tabi’inberjumlah 12 aliran diantara-nya:
1.
Abu Sa’id al-Hasan bin Yasar al-basyri.
2.
Abu Hanifah al-Nu’man bin Tsabit bin Zuthi
3.
Al-auza’i Abu Amr abd al-Rahman
4.
Sufyan bin Said
5.
Al-laits bin Sad
6.
Malik bin anas
7.
Sufyan bin Uyainah
8.
Muhammad bin Idris al-Syafi’i
9.
Ahmad bin Muhammad bin Hambal
10. Daud
bin Ali Ashabahani al-bagdadi
11. Ishaq
bin rahwaih
12. Abu
Tsaur bin Ibrahim
Aliran hokum islam yang terkenal dan masih ada
pengikutnya hingga sekarang hanya beberapa aliran di antara-nya: Hanafiah,
Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah.
3. Aliran-Aliran
Tasawuf
Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan
kedekatan antara sufi (manusia) dengan Allah. Dalam al-Quran terdapat beberapa
ayat yang menunjukan kedekatan manusia dengan aAllah, antara lain: bahwa alloh
dekat dengan manusia (Q.S al-Baqoroh:186) dan Allah lebih dekat kepada manusia
di bandingkan urat nadi manusia itu sendiri (Q.S Qaf:16).
Pada awalnya tasawuf merupakan ajaran tentang
al-zuhd (juhud). Oleh karena itu, pelakunya disebut zahid Namun kemudian ia
berkembang dan namanya di ubah menjadi tasawuf
dan pelakunya disebut shufi.
Zahid pertama pertama
yang termashur adalah al-Hasan al-Basyri, Diantara pendapatnya yang terkenal
adalah bahwa ”orang mukmin tidak akan
bahagia sebelum berjumpa dengan tuhan.” Zahid lainnya Ibrahim bin Adam dari
khurasan, dianatra pendapatnya yang terkenal adalah ”cinta kepada dunia menyebabkan orang menjadi tuli dan buta serta
membuat manusia menjadi budak.” Zahid dari kalang perempuan adalah Rabi’ah
al-Adawiyah dari Basrah. Ajarannya yang sngat terkenal adalah tentang cinta
kepada tuhan. Dalam syairnya, ia mengatakan bahwa ia tidak bisa membenci orang
lain, bahkan tidak dapat mencintai Nabi Muhammad Saw, karena cintanya hanya
untuk Allah.Masih banyak sufi-sufi lain yang terkenal karena memiliki ciri
khas. Metode tasawuf ada tiga: Tahalli, Takhalli,Tajalli (Said Aqiel Siradj).
Tahalli adalah pengisian diri untuk mendekatkan diri
kepada alloh, Takhalli adalah pengosongan diri sufi, Sedangkan tajalli adalah mukasyafah, ma’rifah, dan musyahadah. Dua cara yang pertama-tahalli dan takhalli sedangkan yang terakhir tahaqquq (penyatuan diri dengan tuhan).
D. Perbandingan Dalam Studi Islam
Kata
“Perbandingan” mengandung unsur kepekaan tinggi, yanag tidak jarang mengundang
kecurigaan, bahkan permusuhan. Membandingkan suatu dengan sepadannya dapat
diartikan menempatkan satu pihak lebih unggul dari pihak lain. Karena itu
perbandingan atau komparasi sering berujung dengan kompetisi. Hal ini
mengakibatkan kebanyakan orang enggan untuk membandingkan hal-hal yang sangat
berharga baginya dengan hal lain. Setiap pemeluk agama akan menilai agamanya yang
terbaik dan yang tersempurna jika dibandingkan dengan agama yang lain. Melihat
kenyataan ini, Arnold Toynbee (1889-1975), sejarawan Inggris, secara gamblang
berkata bahwa “Tidak seorangpun dapat menyatakan dengan pasti bahwa sebuah
agama lebih benar dari agama lain”.
Orang
dapat mengetahui sangat uniknya suatu agama melalui suatu perbandingan, dan
dalam memperbandingkan ini dapat dengan mencari perbedaan-perbedaannya. Dan
inilah sebabnya mengapa studi agama dan kepercayaan seringkali dimaksudkan sebagai
studi perbandingan agama. Sisi terpenting, seperti yang dikemukakan oleh S.G.F.
Brandon, memang disadari bahwa untuk memahami humanitas yang umum dan juga
permasalahannya secara baik dan tepat, kita perlu mengetahui tentang agama yang
dianutnya, politiknya, peraturan ekonominya, dan prestasi ilmiyah serta
budayanya karena selain penilaian aspek-aspek agama yang metafisis, ternyata
agama juga merupakan fenomena sosial yang sangat mendasar.
1. Islam dan Perbandingan Agama Lain
Perkembangan pendidikan dan kemajuan ulmu pengetahuan, kesemuanya itu merubah pandangan dan pikiran orang Islam diseluruh dunia dan sekaligus merupakan rennaisance orang Islam dalam lapangan ilmu pengetahuan, penertiban, kehidupan agama dan sebagainya. Dengan perkembangan tersebut para sarjana Islam memperbaharui polemik mereka terutama terhadap aktivitas missi Kristen. Pada umumnya polemik-polemik yang diadakan oleh kaum Muslim merupakan reaksi terhadap literatur-literatur yang diterbitkan oleh orang-orang Kristen. Sejarah hubungan antara Islam dan kristen telah melalui masa yang panjang dan diliputi oleh suasana setempat. Isi polemik antara Islam dan kristen pada umumnya meliputi permasalahan-permasalahan sebagai berikut:
a. Kristologi (Islam tidak menyinggung pribadi Yesus sebagai kristus)
b. Kenabian Muhammad SAW terutama mu’jizatnya
c. Kedudukan Bybel sebagai wahyu
d. Ajaran Paulus yang dogmatis
e. Masalah Moral
Dalam kenyataannya materi politik antara abad pertengahan dan abad dua puluh meliputi hal yang sama, namun sudah tentu terdapat pemikiran baru yang terdapat dalam penerbitan mutakhir. Karena adanya pemikiran baru, maka sekalipun pokok pembicaraan sama. Namun ada perobahan dalam interpretasi. Dalam beberapa hal terdapat perhatian umat Islam terhadap penemuan baru. Adanya penemuan baru tersebut dipergunakan oleh umat Islam untuk membahas kitab suci Kristen.
Dalam hal toleransi, Nabi Muhammad pernah memberi suri tauladan yang sangat inspiring dihadapan para pengikutnya. Sejarah mencatat bahwa nabi pernah dikucilkan dan bahkan diusir dari tanah Makkah. Beliau terpaksa hijrah ke Madinah untuk beberapa lama dan kemudian kembali ke Makkah. Peristiwa ini disebut dengan fatkhul Makkah. Dalam peristiwa yang penuh kemenangan ini, Nabi tidak mengambil langkah balas dendam kepada orang-orang yang telah mengusirnya.
Dengan titik tolak pandangan tersebut umat Islam pada tempatnya bersikap menghargai agama orang lain. Menghargai agama orang lain tidak identik dengan pengakuan akan pengakuan kebaikan dan kebenaran agama tersebut.
2. Faktor Perbedaan dan Kesamaan Keyakinan
Manusia mempunyai naluri sebagai makhluk yang beraqidah, atau secara naluriah, manusia adalah makhluk yang beragama. Aqidah agama ini merupakan suatu yang tidak bisa dipisahkan sejak awal pembentukan kejiwaan manusia. Aqidah ini tidak biasa berdiri sendiri dan terlepas dari proses pembentukan. Berbagai macam hasil studi telah sama-sama menguatkan bahwa adanya aqidah (keyakinan agama) ini berdiri dibelakang kemajuan kemajuan yag muncul, dan juga berdiri di belakang penemuan-penemuan materil yang dicapai oleh manusia. Entah itu dalam lapangan ilmu pengetahuan, hasil-hasil prcobaan, methode-methode struktur social, politik dan ekonomi. Maka tak heran bila aqidah agama ini saling berbeda.
Faktor-faktor kehidupan yang ada hubungannya dengan cara memahami alam dan kehidupan. Sehingga ilmu pengetahuan yang dicapai oleh setiap kemajuan corak lama ini merupakan bagian dari aqidah agama yang sangat diyakini oleh anggota-anggota masyarakat. Problem dan Prospek Perbandingan Studi Islam
Kata Hierke Gaard (1813-1855), filosof agamawan asal Denmark, yang setujui banyak orang, “Berlaku netral terhadap studi agama-agama hampir tidak mungkin”. Salah satu sebabnya, seseorang peneliti tidak akan dapat memahami, apalagi mendalami agama tanpa yang bersangkutan terlibat secara emosional dan spiritual dengan agama tersebut. Disamping itu seorang peneliti tidak akan mungkin dapat menghayati dan memahami secara mendalam lebih dari sat agama.
Menurut Bambang Sugiharto, tantangan yang dihadapi setiap agama sekarang ini sekurang-kurangnya ada tiga yaitu: Pertama, dalam menghadapi persoalan kontemporer yang ditandai dis orientasi nilai dan degradasi miralitas agama ditantang dengan tampil sebagai suara moral yang otentik. Kedua, agama harus menghadapi kecenderungan pluralisme, mengolahnya dalam kerangka “theologi” baru dan mewujudkannya dalam aksi-aksi kerjasama plural. Ketiga, agama tampil sebagai pelopor perlawanan terhadap segala bentuk penindasan dan ketidak. Untuk mengatasi kerancauan diatas, pakar-pakar studi agama lalu membagi pendekatan studi agama (yang juga mencakup studi perbandingan agama) ke dalam dua kategori:
1. Pendekatan Deskriptif
Pendekatan ini menguraikan secara komprehensif aspek-aspek kesejarahan, struktur, doktrin, dan lain-lain elemen tanpa terlibat dalam pemberian penilaian (Value judgment). Cara ini kemudian dikembangkan oleh pakar-pakar dialog antar agama dengan menggunakan istilah intelektual conversion (beralih) agama pada tingkat pemikiran, bukan pada tingkat imani yang hakiki.
2. Pendekatan Normatif
Pendekatan ini menjelaskan sebuah agama dengan menitik beratkan kebenaran doktrinal, keunggulan sistem nilai, ontetisitas teks, serta fleksibelitas ajaranya sepanjang masa. Pendekatan ini dengan sendirinya akan menggunakan cara-cara yang bersifat persuasif Apologetik dalam mempertahankan keunggulannya.
Dalam membandimgkan suatu agama dengan agama lain, penekanan unsur-unsur “kelemahan dan kekurangan” pihak lain selalu ditonjolkan. Walaupun pendekatan normatif tetap perlu untuk memeperkukuh iman, pendekatan deskriptif pun tidak kurang pentingnya untuk menghindari konflik agama. Perlu digarisbawahi bahwa salah satu syarat tercapainya kerukunan antar pemeluk agama adalah saling pengertian antar umat beragama.
E.
Orientalisme Melihat Islam
Kritis
Salah satu
tujuan Orientalis adalah mengkolonialisasi dunia Islam dari segala aspek,
agama, ekonomi, budaya dan kekuasaan. Selain ada empat madzhab (Maliki,
Hambali, Syafi'i, dan Hanafi) yang selama ini dikenal dan menjadi rujukan
Negara di dunia, kini ada lagi, rujukan yang digandrungi kalangan Islam. Yang
terakhir ini adalah rujukan "Orientalis".
Orientalis
dan tujuan Barat mempelajari Islam, bukan untuk mencari keimanan yang benar. Menurut
Syamsuddin, ada empat alasan mengapa Barat . Pertama, terpesona terhadap studi
Islam (fascination), Kedua, ingin tahu (curiosity), Ketiga, agama (missionary),
Keempat, karena god (tuhan/agama), gold (kekayaan/imprealisme), dan glory
(kekuasaan) atau sering diistilahkan 3G.
Sebagai umat Islam, kita bersifat terbuka kepada Barat
sesuai dengan anjuran agama. Hal yang mendorong kita untuk memiliki sifat itu
adalah: (1) Kita adalah pemilik risalah ‘alamiyah (global) yang datang untuk
seluruh manusia di seluruh penjuru dunia. Benar bahwa Kitab suci kita berbahasa
Arab, Rasul kita seorang Arab, dan Islam tumbuh di dunia Timur (Arab). Tetapi
ini bukan berarti bahwa Islam ditujukan hanya untuk bangsa tertentu, melainkan
untuk segenap penduduk bumi. Agama masehi sendiri tumbuh di dunia Timur, lalu
tersebar di penjuru dunia. (2) Jalan untuk menuju saling pengertian dan
berdekatan cukup banyak. (Salah satunya adalah ta’aruf). Jadi ta’aruf bukan
saling bermusuhan merupakan kewajiban semua penduduk bumi. Kita tidak sependapat
dengan seorang sastrawan Barat yang mengatakan, ‘Timur adalah Timur, dan Barat
adalah Barat. Keduanya tidak mungkin bertemu.’ Keduanya justru bisa bertemu,
dan bahkan wajib untuk bertemu bila niatnya benar. (3) Dunia yang semakin dekat
ini mengharuskan penganut agama-agama samawi dan pemilik tiap peradaban untuk
bertemu, berdialog dan saling memahami. Dan tentu saja dialog semacam itu lebih
baik daripada pemusuhan
F.
Dunia Islam Sebagai Objek Studi antara Timur dan Barat
A.
Objek Studi Islam
Pertanyan secara keritis berkaitan dengan posisi Islam yang
di jadikan objek studi mansih banyak dikembangkan secara lebih luas dan lebih
mendalam lagi. Pertanyan-pertanyan semacam ini memiliki peran penting untuk
melihat posisi yang jelas terhadap aspek ini. Dengan adanya pertanyaan semacam
ini, diharapkan menjadi jelas mengenai aspek apa saja dari Islam yang dapat
menjadi objek studi.
Keagamaan ini terletak pada sifat mendua dari penelitian
agama: penelitian agama sebagai cara mencari kebenaran dari agama dan sebagai
usaha untuk menemukan dan memahami kebenaran dari realitas empiris, secara
metodologis, penelitian agama akan mengalami kesulitan untuk memosisikan antara
dirinya dengan masyarakat yang ditelitinya, miskipun ia bagian dari masyarakat
dan nilai social yang diteliti tersebut. Adanya jarak inilah yang menentukan
bahwa sesuatu yang dijadikan subject
matter, sasaran yang diteliti. Jadi penelitian agama sebagai usaha akademis
bearti menjadikan agama sebagai sasaran penelitian. Secara metodologis, agma
haruslah dijadikan fenomena riil, walaupun agama itu mungkin terasa abstak.
Menurut Taufik Abdullah, agama sebagai sasaran kajian dapat
dikatogorikan menjadi tiga, yaitu agama sebagai doktrin,dinamika dan struktur masyarakat yang di bentuk
oleh agama, dan sikap masyarakat pemeluk terhadap doktrin.
Kategori pertama
mempersoalkan substansi ajaran agama. Namun yang menjadi sasaran penelitian
agama sebagai doktrin adalah pemahamaan manusia terhadap doktrin-doktrin tersebut.
Kategori kedua meninjau agama dalam kehidupan social dan dinamika sejarah.
Sementara kategori ketiga merupakan usaha untuk mengatahui corak penghadapan
masyarakat terhadap siymbol dan ajaran Islam.
Secara lebih terperinci, dalam mempelajari suatu agama, ada
lima bentuk fenomena agama sebagai bentuk kebudayaan yang perlu diperhatikan.
Lima hal tersebut adalah:
a. Naskah-naskaah (scripture) atau simbol-simbol agama.
b. Sikap, perilaku dan penghayatan
para pengnut atau tokoh-tokoh agama.
c. Ritus-ritus,lembaga-lembaga, dan
ibadat-ibadat agama, seperti sahalat, haji, puasa, zakat nikah dan sebagainya.
d. Alat-alat atau sarana
peribadatan, seperti masjid, paci dan sebagainya.
e. Lembaga atau organisasi
keagamaan tempat para pengnut agma bergumpul berperan.
B.
Studi Islam di Barat
Ditinjau dari perspektif sejarah,
studi yang dilakukan oleh orang Indonesia di Barat berlansung cukup lama. Namun
demikian, fokus studi yang dilakkukan belum menyentuh secara langsung dalam
bidang kajiian Islam.
Fokus studi Islam baru mulai dilakukan
setelah Indonesia merdeka. Dan orang Indonesia yang pertama kali yang melakukan
studi Islam di Barat adalah M. Rasijidi. Mentri pertama Indonesia ini
menanamkan perogaram doctor di Universitas Sarbone
Perancis. Disertai Rajidi berjudul l’evolution
dengan l’Islam en Indonesia ou Consideration
Critigue du liver, Tjentini. Sebagai doctor pertama dari Universitas
di Barat menjadikan Rasjidi sebagai idola dan sumber Ilham bagi generasi muda
Indonesia. Sebagai seorang intelektual, Rasidi telah mengambil bagian
terpenting dalam usaha dalam menghidupkan kembali “api
“ Islam (Istilah Bung Karno), yang api itu sepanjang ajaran, atau lebih
tepatnya penemuan kembali, jamaluddin al-afgani, ialah keimanan yang teguh
namun tetap memberi kebebasan berfikir serta kesedian untuk mempelajari dan
mengambil “hikmah “ dari mana saja. Tokoh lain yang terpenting menjadi generasi
awal yang melakukan studi islam di Barat pasca rasjidi adalah Harun Nasution.
Harun menempuh peguruan tingginya di kairo dan di kenada.
Jadi perpaduan Timur tengah dan Barat. Namun demikian, sebagaimana diakuinya,
Studi di Mcgill kenada yang menerohkan pengaruh mendalam dalam perjalanan
karier akademiknya.
Tiga tokoh di atas, yaitu Rasidi, Harun Nastion, dan Mukti
Ali, adalah generasi awal sejarah Islam Indonesia yang melakukan studi Islam di
negeri Barat. Setelah generasi mereka banyak bermunculan intektual yang juga
menempuh studi Islam di Barat. Beberapa diantaranya adalah Nurcholish Majid, A.
Syafi’iMa’arif, AzyumardiAzra, M. Athho’Muhzar, M. Dien Syamsuddin, Safiq A.
Mughni, Achmad Jainuri, Thoha Hamim, dan Akh Minhaji. Para alumni Barat ini
memiliki pengaruh dan kontrobusi besar dalam studi Islam di Indonesia.
Studi islam di negeri Belanda dilakukan di beberapa
Universitas pada fakultas-falkultas tertentu. Memang disana tidak ada fakultas
Khusus yang mempelajari agama Islam, tetapi Islam dipelajari dalam kerangka
berbagai disiplin ilmu. Ada enam fakultas yang menjadikan Islam sebagai bidang
studi yang terbesar di berapa fakultas
dan vak grup, antara lain: [1] Universitas Leiden (Negeri) [2] Universitas
Khtolik Nijimegen, [3] Universitas Amsterdam (negeri), [4] Universitas
Portestan Amsterdam (Vrije Universiteit), [5] Universitas Groningen (negeri),
dan [6] Universitas Utrecht (Negeri).
C.
Studi Islam di Timur
Hampir sama yang terjadi di Barat, studi Islam
dinegeri-negeri Timur Tengah juga bervariasi. Antara satu neraga dengan Negara
lainnya terdapat perbedaan. Ini merupakan hal yang wajar karena karakteristik
studi Islam dipengaruhi oleh berbagai factor, diantaranya paktor kebijakan
politik, dinamika social budaya latar belakang pemegang kebijakan pendidikan
perkembangan ekonomi, dan berbagai factor lainya. Diuniversitas Teheran Iran, minsalnya,ada ruang khusus
yang menyimpan naskah-naskah kuno, yang ditulis oleh para pemikir klasik dan
ditulis oleh bahasa Persia. Maka pantas kalau Marshal hudgson mengtakandalam bukunya, The
venture of Islam, bahwa dalam pemikiran Islam, ada Islam, ada Islamicate, dan ada Islamdom, yakni debudayaan Islam setelah berinteraksi dengan
berbagai budaya dari negeri-negeri yang kemudian yang di sebut negeri-negeri
Muslim. Di Teheran Iran, ada juga Universitas
Imam sadiq yang mempelajari Islam dan ilmu umum sekaligus. Di
Universitas Damakus Syria, yang memiliki banyak fakultas umum, studi Islam
ditampung dalam Kuliatu al-Syari’ah (Fakultas Syari’ah), yang di dalamnya ada
perogaram studi Ushuludin, Thasawuf, Tafsir, dan sejenisnya. Jadi pengertian
Syari’ah di situ lebih luas dari pada pengertian syari’ah sebagai hokum Islam,
seperti yang ada di IAIN.
Di Aligarch University India,
studi Islam dibagi menjadi dua. Pertama Islam sebagai doktrin dikaji
dalam fakultas Ushuluddin yang mempunyai dua jurusan; jurusan Madzabab Ahli
Sunnah dan Syi’ah. Kedua, Islam
sebagai sejarah dikaji pada fakultas Humaniora dalam jurusan Islamic Studi yang
berdiri sejajar dengan jurusan politik, sejarah, dan lain-lain. Di Jamiah
Millia Islamia, New Delhi, Islamic Studi
Progaram berada pada Fakultas Humaniora, bersama sengan Arabic studies,
Persian studies, dan Political Scrince.
Di Universitas Islam Internasional Malaysia, program studi
Islam berada di bawah kulliyah of
Revealed Knowledge and Human Sciences (Fakultas Ilmu Kewahuyuan dan Ilmu
Kemanusiaan). Selain jurusan kewahyuan dan warisan Islam, dalam fkultas ini
juga ada jurusan-jurusan piskologi, sosiologi, filsafat, ilmu politik, dan lain-lain.
Di Universitas al-Azhar Mesir, yang
minjadi imam bagi IAIN dari sebagai metodologoi mendekati Islam, paling kurang
pada awal-awalnya, studi Islam telah berubah bentuk pengorgannisasinya.
Al-Azhar sampai tahu 1961 memiliki fkultas-fakultas seperti yang dimiliki IAIN.
Setelah tahu 1961, Al-azahr tidak lagi membatasi diri pada fkultas-fakultas
agama, tetapi juga membuka fakultas-fakultas lain Al-Azhar, di samping ada di
kairo, juga ada di daerah-daerah dan mempunyai program khusus untuk wanita dan
laki-laki. Di kairo sendiri ada berapa fakultas, yakni fakultas Ushuludin,
fakultas Hukum (Islamic jurisprudence and
Laukauliatu al-syari’ah wa al-Hukum). Fakultas Bahasa Arab (Faculty of Arabic language/Kulliah
al-‘Arabiyah), fakultas studi Islam dan Arab (Faculty of Islamic and Arabic Studies/Kulliyah al-Dirasah al- Islamiah
wal ‘Arabiah), Fakultas Dakwah, Fakultas Tarbiyah, Kulliah Lughah wa
al-Terjamaah (Fakultas Bahasa dan
Terjamaah), Fsculty of Science (Fakultas
Sains), Fakultas Kedokteran (Faculty
of Medicine), Fakkultas Pertanian, Ekonomi, dan Tehnik. pada Fakultas Sains
terdapat jurusan-jurusan Kemia, Geologi, Microbiologi, Anatomi, Astronomi,
Fisika dan Zoology. Sedangkan pada Fakultas perternakan terdapat jurusan
perternakan, Ekonomi Pertanian, Industri Makanan, Genetika, Pertahanan,
Insekisida, Hortikultura, dan Masyarakat Perdesan.
Di daerah-daerah seperti di al- Suyut, ada Fakultas
Ushuluddin, Dakwah, Saryi’ah wal Huquq, Bahasa Arab Kedokteran Umum, Kedokteran
Gigi dan Farmasi. Di zakasyi ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, dan Saryri’ah wal
Huquq. Di al Mansyurah ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab. Di Tanta
ada Fakultas Ushuluddin, Dakwah, Bahasa Arab dan seterusnya. Melihat peran ini
kita simpulkan bahwasanya studi Islam di Timur Tengah, sebagaimana studi Islam
di Barat dan berbagai Negara lainnya, juga tidak seragam. Ada kerateristik yang
khas dari masing-masing Negara dan juga peguruan tinggi. Hal ini men jadikan
kekayaan warna dalam studi Islam di masing-masing lembaga dan Negara. Konsutruksi
semacam ini justru akan memperkaya warna studi Islam.
G. Islam Dan Globalisasi
Pada dunia yang sedang berkembang
dengan pesat kemajuan-kemajuan dari berbagai bidang yang tidak memiliki batas
dan tahap yang ditetapkan, namun islam tidak melarang umatnya untuk menjalani
kehidupan dengan membawa kemajuan tersebut. Tetapi harus kita tahu bahwa bukan
Islam yang mengikut zaman tetapi zaman itu harus sesuai dengan Islam. Amat rugi
jika orang memandang dengan begitu sempit pemikiran jika kita tidak bisa mengikut
kemajuan zaman karena ada sisi yang lain bisa kita mendapatkan keuntungan
dengan kemajuan era globalisasi ini.
Jika kita lihat pada masa dahulu
tidak ada teknologi sebegitu maju berbanding sekarang. Pada masa kini, computer
itu tidak asing dimata manusia tetapi umat islam ramai yang terlewat untuk
mengikuti kemajuan yang ada bahkan pencipta barangan teknologi itu adalah orang
bukan islam. Bagitu kita lihat bahwa islam pada pokoknya tidak melarang tetapi
sekarang masih tidak ada hasil yang dibawakan oleh dikalang orang islam
sendiri. Jika untuk mewujudkan benda teknologi sudah tidak berkembang oleh
orang islam, malah ada yang tidak memperdulikan dengan dan tidak mampu untuk
menoperasikan computer, internet dan lain- lain.
Harusnya kita sedari bahwa umat
islam menjadi kelompok yang terkebelakang dalam penguasaan dan pengembangan
sains dan juga teknologi. Sedangkan dari sisi yang lain, kelompok agama lain
begitu maju dengan berbagai teknologi dari pengamatan terhadap luar angkasa
hingga terknologi pertanian. Harus dibuktikan bahwa islam ini tidak hanya bisa
menjadi pengikut global sahaja. Islam tidak melarang tetapi kenapa sekarang
terjadi sebaliknya? Persoalan ini harus dijawab dengan perubahan yang
memperlihatkan bahwa kita harus berubah dengan mempunyai kekuatan.
H. Islam
Eksklusif Dan
Inklusif
Inksklusifitas
islam adalah agama yang universal dan dapat diterima oleh semua orang yang
berakal sehat tanpa memperdulikan latar belakang, suku bangsa, status sosial
dan atribut keduniawian lainya. Islam ekslusif dan inklusif adalah untuk menetapkan
persepsi muslim terhadap masalah hubungan islam dan kristen di indonesia.
Diantara
ciri-ciri kaum eksklusif yaitu:
a.
Merekah yang menerapkan model penafsiran literal terhadap al-qur’an dan
sunah dan masa lalu karena mengunakan pendekatan literal, maka ijtihad bukanlah
hal yang sentral kerangka berfikir mereka
b.
Merekah berpendapat bahwa keselamatan yang bisa dicapai melalui agama
islam.bagi merekah, islam adalah agama final yang datang untuk mengoreksi
agama-agama lain. Karena itu merekah menggugat otentisitas kitab suci agama
lain.
Sedangkan yang
dimaksud kaum inklusif, memiliki ciri:
a.
Karena merekah memahami agama islam sebagai agama yang berkembang, maka
merekah menerapkan metode kontekstual dalam memahami al-qur’an dan sunah, yang
memerlukan teks-teks asas dalam islam dan ijtihad berperan sentral dalam
pemikiran merekah.
b.
Kaum inklusif memandang, islam adalah agama terbalik bagi merekah:namun
merekah berpendapat bahwa keselamatan di luar agama islam adalah hal yang
mungkin.
Jika kita
cermati sejumlah tulisan Nurcholish madjid dan budy munawar rahmat, merekah
sudah masuk kata gori pluralis yang menyatakan semua agama-agama benar dan
sebagai jalan yang sah menuju tuhan dan iti bukan inkusif lagi,karena penganut
paham inklusif seperti yang di atas.
Pluralisme agama adalah sebuah konsep yang mempunyai makna yang luas, berkaitan dengan
penerimaan terhadap yang berbeda, dan
dipergunakan dalam cara yang berlain-lainan pula:
1.
Sebagai pandangan dunia yang menyatakan bahwa agama
seseorang bukanlah sumber satu-satunya yang eksklusif bagi kebenaran, dan
dengan demikian di dalam agama-agama lain pun dapat ditemukan,
setidak-tidaknya, suatu kebenaran dan nilai-nilai yang benar.
2.
Sebagai penerimaan atas konsep bahwa dua atau lebih
agama yang sama-sama memiliki klaim-klaim kebenaran yang eksklusif sama-sama
sahih. Pendapat ini seringkali menekankan aspek-aspek bersama yang terdapat
dalam agama-agama.
3.
Kadang-kadang juga digunakan sebagai sinonim untuk, yakni upaya untuk mempromosikan suatu tingkat kesatuan, kerja sama, dan
pemahaman yang lebih baik antar agama-agama atau berbagai dalam satu agama.
4.
Dan sebagai sinonim untuk, yang merupakan prasyarat
untuk ko-eksistensi harmonis antara berbagai pemeluk agama ataupun denominasi
yang berbeda-beda.
I.
Islam Liberal
Memahami
Islam liberal maka perlu merujuk pada dua kata yang tercakup di dalamnya yaitu
kata ‘Islam’ dan ‘liberal’. Mengenai kata ‘Islam’ kita akan masuk kedalam
pembahasan yang begitu luas dan mencakup berbagai aspek yang bersentuhan dengan
kata Islam. Karena itu perlu pembatasan yang lebih fokus terhadap makna ‘Islam’
bila dikaitkan dengan makna ‘liberal’, yaitu sebagai ‘suatu bentuk penafsiran’
atau ‘pemahaman’. Berawal dari bentuk penafsiran atas Islam, baru kemudian
memasuki aspek-aspek lain dalam Islam sendiri. Sementara kata ‘liberal’
memiliki banyak arti dan makna. Dalam Oxford dictionary terdapat tujuh macam
arti ‘liberal’, lima di antaranya; 1) memberikan kebebasan, banyak, berlimpah
ruah, 2) berfikiran terbuka dan tidak berprasangka, 3) tidak tekstual, 4)
memperluas wawasan pemikiran, 5) merubah pemahaman-pemahaman tradisional yang
tidak sesuai lagi dengan pemahaman modern, dan lain sebagainya.
Jadi main
stream Islam liberal berkenaan terhadap bentuk penafsiran tertentu atas
teks-teks keislaman. Dengan demikian Islam liberal adalah Islam percaya bahwa
ijtihad atau penalaran rasional terhadap teks adalah prinsip-prinsip utama yang
memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca atau keadaan. Untuk
itu, penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan,
adalah ancaman atas Islam sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami
pembusukan. Islam liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam
semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahhiyat
(teologi).
Selain
membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam, ide pokok Islam liberal yaitu
‘mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural’. Gagasan tentang
kebenaran sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan
manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk
penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural,
sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari
kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
Ada
beberapa lagi ide-ide yang dikembangkan Islam liberal seperti, memihak pada
yang minoritas dan tertindas, meyakini kebebasan beragama karena tidak seorang
pun manusia yang berhak memaksakan suatu pendapat dan kepercayaan kepada orang
lain, dan ingin memisahkan otoritas
duniawi dan ukhrawi serta otoritas agama dan politik. Ringkasnya ‘Islam
liberal’ adalah Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari
struktur sosial politik yang menindas.
Wujud
keberadaan Islam liberal terwadahkan dalam suatu komunitas yang bernama JIL
(Jaringan Islam Liberal). Jaringan ini senantiasa intens dalam menyuarakan
pemahamannya dengan menggunakan media komputerisasi dan e-mail, di samping
media-media cetak seperti buku-buku dan artikel-artikel. Islam liberal memang
memiliki wadah atau komunitas. Namun jika kita kembali pada defenisi di atas,
maka setiap orang yang punya pemahaman terbuka, tidak tekstual, tidak mau di
intervensi oleh pemahaman lain dan sebagainya juga masuk kategori Islam
liberal, karena Islam liberal menyangkut banyak makna, walaupun tidak harus
masuk ke dalam komunitas JIL.
J.
Jihad
dan Terorisme
Berbicara tentang jihad, maka umat
Islam harus memahami dengan benar pengertian jihad karena kedudukannya yang
tinggi dan mulia di dalam Islam. Posisi (kedudukan) Al Jihad di dalam Islam
merupakan puncak yang tertinggi. tidak ditemukan satu amalan lain dalam Islam
yang melebihi ketinggiannya. “Puncak ketinggian Islam itu ialah Jihad, tidak akan
mampu meraihnya kecuali orang yang lebih utama daripada mereka” (HR.At-Thabrani).
Musuh-musuh Islam tau persis bahwa
kekuatan Islam terletak pada ajaran Jihad ini, oleh karena itu mereka berusaha
sekuat tenaga untuk menjauhkan umat Islam dari jihad, dengan menggunakan segala
cara, mereka mencoba menyebarkan fitnah seolah-olah jihad itu identik dengan
tindakan bar-bar yang tak kenal perikemanusiaan. jihad digambarkan sebagai
kebengisan manusia atas manusia lain dengan mantel agama. bahkan akhir-akhir ini
jihad diidentikkan dengan terorisme.
Dalam Islam tidak dikenal kata teror
apalagi terorisme, karena teror itu adalah usaha menciptakan ketakutan,
kengerian dan kekejaman oleh seseorang atau golongan terhadap orang atau
golongan lain, hal mana yang sangat bertentangan dengan Islam yang mengajarkan
perdamaian dan persaudaraan sebagaimana sabda Rasulullah SAW : Tidak halal bagi
seorang Muslim menakut-nakuti orang lainnya”.(HR. Abu Dawud) demikian pula
dalam Hadist Riwayat (HR) Muslim yang artinya : “Barang siapa mengacungkan
senjata tajam kepada saudaranya (muslim), maka malaikat akan melaknatnya
sehingga ia meninggalkannya”. Disabdakan pula : “Tidak (sempurna) iman
seseorang di antara kamu, sampai mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dia
cintai untuk dirinya sendiri” (HR. Bukhari Muslim).
Jihad dalam Islam merupakan ajaran
yang suci, ia bersih dari berbagai tendensi kejahatan, balas dendam atau
berbagai tindak kebengisan dan kekerasan. Jihad adalah cara yang diperkenalkan
Islam kepada umatnya untuk membela diri, mempertahankan keyakinannya dan hidup
secara layak sebagai makhluk yang bermartabat di muka bumi ini. Tidak ada
satupun perintah dalam AlQuran maupun As Sunnah yang mengajak umat Islam
memerangi manusia yang berbeda paham, ideologi maupun agama, karena Islam
adalah rahmatan lil-alamin.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas penulis dapat menarik beberapa
kesimpulan sebagai berikut: Metodologi berarti ilmu tentang cara-cara untuk
sampai pada tujuan. Metodologi dalam hal pemahaman Islam digunakan untuk
mengetahui metode-metode yang tepat agar dapat diperoleh hasil yang utuh dan
objektif dalam pemahaman Islam. Indonesia yang terdiri dari beragam suku dan
budaya menyebabkan Islam dipahami sesuai dasar keyakinan masyarakatnya.
Studi Islam sangat penting karena sangat berperan
dalam masyarakat. Studi Islam bertujuan untuk mengubah pemahaman dan
penghayatan keislaman masyarakat inter dan antar agama.
Dalam memahami Islam dapat digunakan beberapa metode,
di antaranya metode filosofis, historis, dan teologis.
Berawal dari sebuah pandangan bahwa ilmu pengetahuan
yang berkembang pada saat ini telah terkontaminasi pemikiran barat sekuler dan
cenderung ateistik yang berakibat hilangnya nilai-nilai religiusitas dan aspek
kesakralannya, menyebabkan munculnya sebuah gagasan untuk mempertemukan
kelebihan-kelebihan diantara keduanya sehingga ilmu yang dihasilkan bersifat
religius dan bernafaskan tauhid, gagasan ini kemudian dikenal dengan istilah
"Islamisasi Ilmu Pengetahuan".
Sedangkan manfaat yang kita dapat rasakan dari
Islamisasi Ilmu Pengetahuan antara lain: Setidaknya kita selaku Umat Islam
tidak menjadi kafir dan kehilangan arah dalam hal keimanan dalam melihat
berbagai fenomena ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Metodologi
Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999. Maarif, A. Syafi’i, Islam
dan Kekuatan Doktrin dan Keagamaan Umat, Yogyakarta: Pustaka Peljar, 1997. Nata,
Abuddin, Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998. Shihab,
Alwi, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka Dalam Beragama, Bandung: Mizan, 1997.
A’yun, Qurrota. 2008. Metodologi
Memahami Islam. ( online ),
Abdullah,
M. Amin, Studi Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Abud, Abdu Al-Ghny, Aqidah Islam –Vs – ideologi modern, Ponorogo: Tri Murti Press, 1992. Daradjat, Zakiah, Perbandingan Agama Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN, 1984. Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh
Abud, Abdu Al-Ghny, Aqidah Islam –Vs – ideologi modern, Ponorogo: Tri Murti Press, 1992. Daradjat, Zakiah, Perbandingan Agama Jilid II, Jakarta: Proyek Pembinaan IAIN, 1984. Hakim, Atang Abd. dan Jaih Mubaroh